Kamis, 24 September 2009

PABRIK GULA MINI EFISIENSI - KAH ?

Harga Pokok Produksi Gula pada Pabrik Gula Mini
Pabrik Gula Mini oleh banyak fihak selalu dikomentari sebagai unit usaha yang tidak efisien, bahkan kadang komentar tersebut keluar dari seorang yang sama sekali kurang mengenal seluk beluk pergulaan, kadang keluar dari seorang yang mengaku sebagai pengamat dan apabila ditanya lebih lanjut kenapa tidak efisien dijawab dengan sekenanya “karena kecil”, bahkan bekembang pandangan bahwa pabrik gula besar dengan kapasitas dibawah 3.000 tcd pun sudah disimpulkan tidak efisien, tanpa disertai analisa analisa kwantitatif.

Suatu saat saya memberi ilustrasi bukankah angkutan pedesaan dengan kapasitas 10 penumpang juga efisien dioperasikan dibanding dengan bus kapasitas 60 penumpang dan bahkan pada kondisional tertentu ojek dengan satu penumpang juga efisien, dimana efisiensinya dirasakan oleh kedua fihak baik oleh penyedia jasa (sopir) maupun oleh konsumen (penumpang). Berarti efisien tidaknya suatu proses tidak semata bergantung dari kapasitas hard ware yang dipakai tetapi merupakan kumpulan dari efisiensi efisiensi pada tiap tahap aktivitas ataupun proses, misalnya pabriknya efisien dikelola dengan efisien tetapi pengadaan dan penjualan tidak efisien berarti nilai total efisiensinya berkurang.

Permasalahan industri gula sebenarnya bukan masalah efisien atau tidak efisien, tetapi masalah utamanya yalah bagaimana memproduksi gula dengan harga pokok produksi yang mampu bersaing secara global, berbekal dengan semua potensi dan sumber daya yang telah dimiliki, sehingga secara teknis dan ekonomis layak dioperasikan atau memenuhi prinsip TEKNO NOMIS..

Membandingkan kondisi industri gula Indonesia dengan industri gula diluar negeri, sama dengan mengukur baju kita dengan baju orang lain, kalau toh terpaksa kita bandingkan yang ukurannya hamper sama misalnya kita bandingkan dengan indutri gula di Asia yang mempunyai kondisi hampir sama dengan industri gula Indonesia yaitu Bangladesh, Mianmar, Philipina, Pakistan, Thailand, India dan Taiwan / RRC dimana belum semua kegiatan menggunakan
mekanisasi bahkan sebagian masih dilakukan secara manual , begitu pula pola kepemilikan tanaman rakyat beberapa Negara tsb hampir sama dengan kondisi Indonesia.

Membandingkan industri gula nasional dengan industri gula luar negeri bukan untuk menyalahkan diri sendiri tetapi untuk tergerak mengikuti apa yang telah dicapai oleh mereka, memang kita agak malu kalau dibandingkan Negara baru berkembang dan baru mulai industri gulanya pada 20 – 30 tahun terakhir dan dengan kapasitas pabrik gula yang menurut pandangan pakar kita sangat kecil , misalnya Mianmar dan Papua Nugini tetapi mempunyai performance yang cukup baik.

Sementara berbekal pengalaman dan anugerah ilahi dimana secara geografis kita sangat unggul dibanding Negara lainnya terutama produsen dikawasan sub tropis, tebu kita masak 12 – 14 bulan tetapi di Negara sub tropis tebu mereka mencapai kemasakan lebih lama 1.5 tahun sampai 2 tahun, dan sejarah telah membuktikan bahwa apa yang dicapai Negara lain yang kita jadikan study banding dan kita herankan juga kita kagumi sebenarnya sudah pernah kita capai 70 tahun yang lalu dan bahkan kalau bersama kita mau mencapainya kembali bukan suatu hal yang tidak mungkin.

Akan lebih jelas apabila unsure harga pembentuk harga pokok gula dirinci secara Kwantitatif meskipun secara umum, sehingga didapatkan peluang untuk menekan komponen biaya yang mungkin dapat ditekan dan juga dapat untuk membandingkan dengan harga pokok produksi gula luar negeri, karena BAGAIMANAPUN KOMPONEN PEMBENTUK HARGA POKOK PRODUKSI RELATIF SAMA. Yang tidak sama adalah BIAYA KOMPONEN PEMBENTUK dan dengan demikian lepas dari istilah efisien atau tidak efisien kita dapat memproduksi gula dengan harga yang mampu bersaing secara fair.

Harga Pokok Produksi Gula.

Harga pokok produksi gula merupakan gabungan komponen pembentuk harga pokok, komponen pembentuk harga pokok produksi gula diluar negeri ataupun didalam negeri relatif sama, terdiri dari berbagai komponen pembentuk harga pokok sbb:

Biaya tetap:
Andil biaya investasi (termasuk bunga investasi)
Gaji tetap ( Manager, As manager, Kary bulanan, Honor Komisaris)
Biaya tetap lainnya (ATK,Komunikasi, Rumah Tangga dll)

Biaya tidak tetap/biaya langsung.
Bahan baku/tebu (biaya tanam atau pembelian tebu)
Bahan Penolong (kapur, phosphat, flokulan, reagen dll )
Upah karyawan harian.
Energy (listrik, solar)
Kemasan (inner bag, outer bag)
Maintenance.
Bunga modal kerja.

Komponen harga pokok gula belum termasuk divestasi:


Harga pokok produksi diatas atas asumsi asumsi sbb:


Rendemen rerata 8.35%
(Pengendalian kehilangan gula www.pabrikgulamini.blogspot.com)
Hari giling per tahun 195 hari.

Kesimpulan:

Memproduksi gula dengan harga pokok produksi yang bersaing berarti:
- Memproduksi tebu dengan produktivitas dan kwalitas optimal.
Ukuran yang digunakan dalam menilai optimalisasi adalah “Ton Hablur/ha” bukan semata hanya Ton tebu/ha atau Pol Tebu, pola bagi hasil yang diterapkan saat ini mendorong petani tebu mengejar produktivitas/ berat tebu (Ton berat tebu/ha) tanpa memperdulikan kwalitas tebu yang dihasilkan, hal ini terjadi karena anggapan petani bahwa pihak prosesor dinilai sangat kurang menghargai kwalitas tebu yang dihasilkan.
- Limitasi dari investasi tanpa mengorbankan performance .
Andil biaya investasi ( pengembalian hutang pokok dan bunga atau penyusutan) merupakan biaya yang dominan, makin tinggi investasi per ton kapasitas berarti makin tinggi komponen andil investasi (biaya divestasi dan atau penyusutan) terhadap harga pokok produksi, investasi pabrik gula besar (equipment only) dalam kisaran Rp 1.3 -1.5 M per 10 ton kapasitas tebu/hari.
- Efisiensi bukan semata karena besar / kecilnya kapasitas.
Efisiensi dalam suatu proses bukan semata ditentukan oleh besar atau kecilnya kapasitas , tetapi merupakan akumulasi dari efisiensi yang dicapai diseluruh kegiatan proses, efisiensi dibidang tanaman, efisiensi dibidang prosesing, efisiensi dibidang pemasaran, efisiensi dibidang pengelolaan dana, efisiensi penggunaan energy dll yang merupakan satu kesatuan yang harus dijadikan target sasaran atau dirumuskan sebagai “Managemen Efisiensi”.
Diperlukan waktu tiga tahun ( 3 tahun ) untuk mendapatkan komposisi tanaman tebu yang ideal dimana didapatkan tanaman baru (new cane) 1/3 luas areal tanaman , Keprasan 1 (ratoon 1) 1/3 luas areal tanam dan sisanya 1/3 luas areal tanaman adalan Keprasan 2 (ratoon 2), pada kondisi ini didapatkan harga pokok tanaman tebu rata rata adalah terendah.
Agronomis harus memasang target min 10 ton hablur gula /ha (pendekatan dari prestasi yang pernah dicapai dan gula dunia lainnya India misalnya dengan 15 ton hablur/ha), pola bagi hasil antara asosiasi petani tebu dengan prosesor mensyaratkan mutu tebu minimal dengan sugar recovery 8,5 %, diatas angka tersebut petani mendapat tambahan

2 komentar:

Anonim mengatakan...

terimakasih untuk infonya....

Carlo mengatakan...

Sebenarnya dari sisi perhitungan finansial dan teknologi telah dapat disimpulkan bahwa pabrik gula mini Efisien, namun sayangnya belum didukung dengan sistem riil yang bisa dipakai percontohan.